Oleh Mei rahmawati*
Secara
historis, agak sulit untuk melacak secara pasti kapan istilah dan bentuk
gerakan feminisme itu muncul. Kata feminisme sendiri mulai banyak digunakan
oleh kebanyakan kalangan gerakan perempuan Selatan sejak akhir abad XIX dan
awal abad XX, sementara kalangan gerakan perempuan Utara menggunakan istilah
feminisme sebagai sebuah paham/ideologi untuk melakukan perubahan masyarakat,
terutama dengan pendemokrasian kehidupan rumah tangga, masyarakat dan politik,
ekonomi serta mengakhiri diskriminasi rasial.
Pada paruh
perjalanannya, istilah feminisme pun tidak dengan sendirinya identik dengan
berbagai gerakan perempuan. Dengan pengertian lain, tidak semua gerakan
perempuan sama dan mau disamakan dengan feminisme, meskipun isu dan persoalan
perempuan yang diperjuangkannya relatif sama dengan isu-isu yang menjadi
sasaran kritik dan perjuangan feminisme itu sendiri. Mungkin ketidak-identikan
gerakan perempuan dan feminisme lebih disebabkan oleh sejarah kemunculan
keduanya, dimana feminisme lebih identik dengan Barat. Tetapi lambat laun,
feminisme semakin mengalami perubahan, bukan hanya adalam tataran diskursif
semata melainkan juga dalam lokus perjuangan yang dilakukan. Untuk itu bukan
lagi merupakan sesuatu yang penting untuk memperdebatkan apakah gerakan perempuan
itu harus identik dengan feminisme atau tidak. Bagaimanapun keduanya tetap bisa
berjalan beriringan, karena keduanya sama-sama memperjuangkan permasalahan kaum
perempuan yang memang selama ini menjadi lahan diskriminasi dan sub-ordinasi.
Dalam Islam
sendiri, patut dimaklumi bahwa bukan hal yang mudah untuk membayangkan titik
temu antara feminisme di satu sisi dan Islam di sisi yang lain meskipiun
dalam banyak hal berusaha dicontohkan
bahwa keduanya bisa sejajar dan bahkan bisa menginspirasi satu sama lain.
Persoalan yang cukup mendasar adalah karena feminisme -sebagai sebuah gerakan
dan disiplin keilmuan- merupakan fenomena yang tidak pernah muncul di dunia
Islam, sementara Islam sendiri tumbuh dan berkembang di tanah Arab yang dikenal
cukup kuat cengkeraman patriarkinya.
Dalam pola
berfikir, berinteraksi, gerak dan waktu untuk bersosialisasi, perempuan
merupakan makhluk yang lemah dibanding kaum Adam. Secara biologis pun disebutkan
perbandingan 9:1, yang berarti bahwa 9 milik laki-laki dan 1 milik perempuan
dalam segi pola pikir. Namun hal ini lain, 1:9 dilihat dari segi psikis.
Artinya, perempuan selalu mengedepankan perasaan. Namun Allah menciptakan ini
semua terdapat hikmah tersembunyi. Dimana perbedaan itu adalah sebagai suatu
simbol untuk melengkapi kehidupan. Dengan kelembutan, ketelatenan yang dimiliki
oleh kaum perempuan menjadikan tanggungjawab dalam beberapa urusan rumah tangga
bisa terselesaikan. Misalnya saja mengasuh dan mendidik anak, mencuci,
bersih-bersih rumah, mencuci dan lain sebagainya. Namun demikian apakah
perempuan tidak memiliki hak untuk bersosialisasi dalam masyarakat, beragama
atau dalam hal memimpin. Inilah diskursus yang selama ini diusung oleh para pejuang
kaum perempuan. Dimana kaum perempuan tak jarang dianak-tirikan dan tidak diperkenankannya
memposisikan apalagi mengangkat kesetaraan perempuan (gender) dalam sektor-sektor
kehidupan. walaupun memang kaum perempuan tidak bisa mengingkari terhadap “doktrin”
yang menyatakan bahwa sekuat-kuatnya perempuan belum bisa menandingi kaum Adam.
Itu adalah doktrin keniscayaan.
Feminisme, isu
ini muncul dan menjadi opini dunia. Hal ini terjadi pada tahun 1976 yang
dikenal dengan ASSIDOWI. Kesepakatan tersebut muncul memaparkan tentang adanya
diskriminasi terhadap perempuan. Di dalamnya terdapat beberapa konsensus yang
membahas 16 permasalahan dengan menuntut persamaan mutlak antara laki-laki dan perempuan, baik
dalam lapangan sosial masyarakat, hak dan kewajiban, pendidikan maupun kerja.
Tetapi gerakan ini secara perlahan baru bisa dimulai dan diterima di Indonesia
pada tahun 1980.
Feminis
berkebangsaan Mesir, Nawal al-Sa’dawi. Adalah doktor sekaligus penulis
perempuan kenamaan yang menyadarkan perempuan-perempuan Mesir untuk bangun dari
tidur panjangnya. Beliau tumbuh dan besar di Selat Atlantik, pantai Meksiko
utara Kuba yang jaraknya sejauh 10 ribu mil dari perkotaan. Pada waktu itu
beliau menulis karyanya bertemakan “100 tahun diatas kebebasan perempuan“ yang
ditulisnya dirumah Florida, USA. Karya tulisnya tersebut telah diakui dan disepakati
pada muktamar di Kairo 23-24 oktober 1999. Pada salah satu bukunya “Qodhoya
al-Mar’ah wa al-Fikr wa al-Siyasah’’ terdapat satu tema yang berjudul “filsafat
perempuan pada masa terdahulu’’, dalam tema itu Nawal mengemukakan bahwa penemuan
dalam ilmu antropologi membuktikan bahwa sesungguhnya pemikiran, filsafat,
bahasa, agama dan kebanyakan ilmu yang lainnya adalah ditemukan oleh kaum perempuan
pada masanya terdahulu (an nisa al-qodimah). Hal ini membuktikan bahwa
akal perempuan itu cerdas, akan tetapi kaum Adam yang telah memulai memperkerjakan,
seperti berburu, memburu hewan, dan
sebagainya. Tetapi ternyata peraturan Biologi tidak masuk dalam pembagian antara laki-laki
dan perempuan. Seperti perbudakan. Sebagaimana yang diungkapkan para ilmuwan
dan filosof yang muncul di masa tersebut. Di Mesir sendiri sebetulnya
kebebasan-kebebasan sudah ada sejak masa Mesir Kuno. Kenyataan diatas
mengemukakan tidak hanya persoalan-persoalan feminisme dan harga diri perempuan
saja. Tapi Nawal juga merupakan sosok pahlawan feminisme yang mengangkat
hak-hak perempuan diatas berbagai penindasan, khususnya penindasan di zaman ini
yang diungkap dalam beberapa karya tulisnya tersebut. Dan dia ingin membuka
mata dunia bahwa perempuan patut dibela.
Datangnya faham
feminisme dari Barat yang aslinya merupakan ide sekularisme dan sosialisme itu
akhirnya menginfiltrasi kedalam dunia Islam,
tak pelak muncullah nama-nama feminis muslimah semisal Fatima mernissi (Maroko),
Taslema Naseer (Bangladesh), Riffat hassan (Pakistan), dll. Mari kita menilik sejenak
bagaimana wanita pada zaman dahulu (masa jahiliyyah dan awal futuhat
Islamiyyah) dalam kacamata agama. Laki-laki pada zaman dulu boleh menikahi
tanpa batasan/bersuami lebih dari satu (Poliandri). Pada zaman Arab
jahiliyyah sebelum Islam, wanita tidak mempunyai hak apapun dalam hidup, baik
pendidikan, hak harta, hak dalam berfikir dan berpendapat, apalagi hak dalam
berkiprah dalam bermasyarat pada zamannya. Secara singkatnya wanita tak lebih
dari barang yang dapat diwariskan. Sangat memprihatinkan memang, ia selalu
ditindas dan diberi kekerasan. Namun sejak datangnya Islam, posisi wanita menjadi
sangat dihargai dan dimuliakan. Ia ibarat permata yang mahal dan dijaga
keberadaannya. Islam memuliakan wanita dengan memberi hak-hak mereka secara
adil, dan pada masa tersebut sangat bertolak belakang dengan masa jahiliyyah.
Anak perempuan yang sebelumnya dianggap aib, fitnah, tidak bisa perang, lemah,
yang kemudian dibunuh secara hidup-hidup mulai dilarang oleh Islam. Begitu pun wanita
juga dimuliakan dalam lingkup keluarga (istri) sebagaimana laki-laki, kecuali
dalam hal mas’uliyyah keluarga, laki-laki tetap masih dipercaya untuk memikul
tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga keluarga. Secara garis besar, wanita mulai
pada masa itu benar-benar dimuliakan dalam status sosial-masyarakatnya, pun
demikian syariat Islam memberikan hak-haknya yang sebelumnya belum
pernah ada, yaitu seperti hak terhadap pewarisan istri sepeninggal suami.
Wanita adalah
pasangan perjuangan yang senantiasa menemani dan membantu jihad laki-laki
(suami), selain juga menjadi tempat berbagi. Disini sangat tampak bahwa yang
membedakan derajat di hadapan Allah bukanlah karena jenis kelaminnya, akan
tetapi kadar keimanan dan ketakwaan hamba itu sendiri. Memang dalam beberapa
hal, hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita ada yang sama. Mereka
sama-sama mempunyai kewajiban untuk ber-amar maruf nahi munkar. Sama
dalam menjalankan syari’ah Islam yang telah digariskan.
Membahas
masalah feminisme adalah konsep yang sulit juga kontroversial. Seorang muslimah
akan terjangkit ambivalensi jika tidak pandai memahami makna feminisme. Mengkaji
Islam lebih dalam adalah hal yang tepat untuk meluruskan pemahaman yang
diangkut para feminis. Selain itu, peran aktif muslim dalam memahami arti
kepemimpinan ajaran Islam akan membantu paradigma para feminis. Akhirnya yang juga
harus dipahami bahwa hakikat qawamah (baca: kepemimpinan laki-laki) bukan
penguasaan yang sewenang-wenang, tetapi kepemimpinan yang diterapkan Allah
sebagai perlindungan terhadap kaum wanita. Wallahu a’lam bis shawab.
* Mahasiswi Fakultas Ushuluddin Tingkat I Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir. Artikel ini ditulis pada tahun 2006.
Buy a Today's Delivery for - Titanium-ART
BalasHapusThe Tittanium-ART - Buy today's delivery and raft titanium find all columbia titanium you need from titanium teeth the black titanium wedding bands Tittanium-ART today's deliveries at trex titanium headphones the best savings on