Rabu, 21 Agustus 2013

Membumikan Bahasa Santun; Upaya Mewujudkan Perkembangan Moralitas Berbudaya




Oleh Mei Rahmawati Tabrani

Languange is not simply a formal system of sounds, words and syntactical structures; languanges also reaches into the domain of huan interactions, which for its own part follows certain rules – Adele Osterloh, 1996 - 

Beragam etnik dari baju adat, bahasa, rumah, adat-istiadat, makanan dsb dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kekayaan alam serta lautan meluas dari sabang sampai merauke memancarkan pesona sendiri. Tambak, sawah dan ladang terbentang kehijauan dan menguning. Maka tak heran jika Indonesia dikenal bangsa lain dengan negara agraris dan maritim. Di lain hal, ketika kita merantau dari kampung jawa ke kampung sumatra maka sangat jauh berbeda kebiasaan atau tradisi mereka. Dialek berbahasa satu kampung dari kampung sebelah saja berbeda. Inilah warisan nenek moyang kita yang termaktub dalam sankskerta dan manuskrip lainnya. 

Membahas bahasa kaitannya dengan membangun jiwa moral berbangsa cukup menarik. Bahasa jawa misalkan, berapa puluh dialek agak mirip kita temukan. Jawa Timur dan Jawa Tengah tentu berbeda dalam menkonsonankan bahasa, bahasa Jawa Tengah dan bahasa Jawa Barat lebih berbeda, apalagi bahasa pulau seberang. Maka tak heran, jika bahasa Indonesia wajib dibumikan di atas tanah pertiwi. Seiring sejalan bahasa Indonesia diresmikan dalam sumpah pemuda dengan dicetuskannya “Piagam Jakarta” bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan alat pemersatu rakyat Indonesia. Dengan tutur kata santun dan etis menimbulkan rasa simpati antar individu, pun demikian berhasil dalam membangun karakter bangsa.

Pembangunan karakter bangsa sebagai wujud moralitas berbudaya, wajib ada integrasi lingkungan sebagai sanitasi moralitas yang baik. Hal ini anak-anak sebagai sasaran penting dalam membangunnya dengan suntikan moral dalam lingkungan yang baik pula. Integrasi 3 pihak tersebut adalah peran rumah, sekolah dan lingkungan. Presiden tidak mngkin dong mengurusi moral secara satu persatu. Kaitannya dengan anak, usia penanaman moral berkarakter dibangun di bawah usia 7 taun, demikian hasil riset otak terakhir. “Karena salah didik mempengaruhi saat ia dewasa” (Ratna Megawangi, 2003). 

Kata ora ilok/ora elok sangat sering sekali terucap dari mulut orang tua kita terdahulu, kata-kata itu lahir sebagai jawaban untuk menasihati anak-anaknya atau orang yang paling muda supaya mengakhiri sikap atau ucapan yang kurang santun. Seakan kata-kata ora ilok ini sebagai keharusan yang harus ditaati supaya tidak kuwalat. Contoh lain; dilarang makan di depan pintu rumah karena bisa menolak jodoh, larangan memotong kuku dan tidur pagi karena mendatangkan seret rejeki, larangan keluar di atas jam 6 malam karena dimakan gendruwo dll. Sejatinya, patut bagi kita untuk mengetahui apa di sebalik itu semua. Memang terkesan takhayul, kuno dan mitos yang diwariskan dari nenek moyang kita. Padahal kata-kata tersebut sarat akan makna, dimana mereka ingin mengajarkan arti moral dan etika yang baik dengan pengandaian dan analogi. 

Senin, 19 Agustus 2013

Turats bagi Kebutuhan Perempuan




Oleh Mei Rahmawati Tabrani

Sesungguhnya penilaian yang berkutat pada kandungan umum teks turâts (warisan-tradisi, heritage, patrimoine, legacy) dan sama sekali abai terhadap pendekatan linguistik dan mantiq (logika) yang membentuknya, hanya akan menjerumuskan pada pandangan fragmentaris terhadap turats-Taha Abdurrahman-

Sebuah kehidupan di dunia pasti melahirkan sejarah. Sejarah baik yang terbentuk secara lahiriyah atau duniawiyah. Kehidupan lahiriyah dimana manusia ada sebelum tiada dan duniawiyah, manusia terikat oleh yang namanya agama, pemikiran dan adat-istiadat. Katakan suatu sejarah di sini lebih bermakna plural, pasti semua sejarah itu memiliki aturan yang wajib diadakan sesuai keberadaan dimana manusia bertahan hidup bersama-sama. Ketika suatu tradisi (turats) diasumsikan sebagai hal yang dilarang untuk mengsumsikan sesuatu, ia bagai sesuatu yang berkelamin tunggal, karya agung yang tidak boleh disentuh untuk merekonstruksi bagi bukan haknya  dan mempunyai wilayah kuasa tertentu.

Rabu, 08 Mei 2013

Ini Buruhku, Mana Buruhmu”, kata Mereka



Terbitnya sang surya dan kokokan ayam tiap pagimenjadi teman setia bagi seorang buruh. Bagi seorang buruh yang bangun disetiap tatapan anak-anak dan istri yang siap menerima hari baru, dia sudah siapjuga menghadapi apa yang harus ia kerjakan di setiap tugasnya.

Santapan pagi hari dengan segelas air hangat danjajanan gorengan menjadi menu rutinitas baik dibuat dari seorang ibu, istriatau anak-anak, atau bahkan membuat sendiri. Begitu indahnya dedaunan pagi,koran yang siap dilahapnya pula dan suara kayuhan sepeda atau kepulan asapmulai mewarnai pagi. Sesegera beranjak dari tempat dimana ia duduk untukkemudian mandi dan berganti pakaian kerja. Ya, buruh. Mungkin kita sudah tauburuh itu siapa. Buruh identik dengan pegawai kasaran, terikat oleh waktu danotoritas majikan / bos. Subordinatif tak bisa dielakkan dari jiwa buruh. Ohburuh, waktumu sangat singkat untuk anak-anak dan istrimu. Andai waktu tidak 7hari dan jam lebih dari 24 jam, akankah waktumu kau sisakan untuk keluargamuyang kau tinggalkan hanya demi sesuap nasi.

Memasuki abad kini, buruh sudah diberi kelonggaranwaktu 2 hari untuk berlibur yaitu Sabtu Minggu. Tapi, apakah itu bisa menjawabkeluasan buruh. Gaji buruh di negara Indonesia bukan dilihat dari kualitasseberapa banyak kualitas yang dikerjakan, seberapa kuantitas yang dilakukan, tapi tidak sesuai output dan input yang didapat oleh mereka.

Jarum jam semakin berjalan, detik, menit hingga jam.Sangatlah berlaku dan menjadi makanan di tiap waktunya. Bagaimana mungkinpekerja meninggalkan waktu bekerja ketika ia harus bersusah payah mengorbankanpeluh untuk mendapatkan sesuap nasi. Khususnya, di negara berkembang sangattragis nasib buruh perempuan. Cuti untuk sejenak demi kehamilan tentulah sangatkasihan dan sayang jika sejamnya hilang dari tangannya. Cuti tidak akan bisamengembalikan waktunya untuk mendapatkan uang. Maka tidak heran jika banyak ibumuda khususnya keguguran berdampak di bayi. Perempuan muda terkena kista,akibat haid dan nifas yang berminggu-minggu.

Beberapa dekade ini, entah mulai dari abad mesin, abadmodern, abad milineum atau apa, wacana sejarah membawa pada analisa logikailmiah dan progresif. Pada dasarnya, memang pembahasan tentang humanismemembawa sejumlah analisa empiris sangat mendalam sesuai perkembangan jaman.Terkait sejarah buruh, sampai pada titik manakah sejarawan membidik atausekedar hipotesis disertai argumen kuat.

Kekuatan sejarah mempunyai urgensi bagi alarm manusia.Ketika 1 Mei, bangsa Amerika berbondong-bondong turun ke jalan demimenginginkan kemerdekaan buruh dari belenggu upah kian merosot. Pun demikian diIndonesia, satu May yang dikenal hari buruh di Indonesia mengalami beberapatahapan sejarah, mulai dari demo besar-besaran sampai  libur pada masa Soeharto karena menolak darisudut pandang anti-komunis, karena ini tidak sesuai pada ideologis bangsaIndonesia yang anti-komunis. Namun pada kenyataannya sepanjang 5 tahun kurang lebih,tidak ada gerakan destruktif bahwa demo mengakibatkan hal fatal.

Pada baru-baru ini, polemik kenaikan BBM sejak April2013 kembali bertabuh setelah setaun lalu dikabarkan. Kabar berita di Indonesiamemang begini, temporal saja, sulit untuk diketahui kapan batas berlakunya,apakah ini hanya permainan politik saja guna membungkam masyarakat kelas bawahterhadap problem korupsi? Entah. Sepanjang BBM naik, barang pokok/sembakomelejit dan bersamaan masuk uang pangkal bagi anak sekolah tentulah menambahkerumitan keluarga. Gajipun dinilai sangat minim diantara gaji buruh ASEAN. Indonesiamenempati gaji terendah se-Asean perbulan 2jt di kota metropolitan sepertiSurabaya dan Jakarta. Kerumitan yang dialami sangat membludak bersamaan dengandemografi penduduk.

Jaman mesin musti menjadi momok besar di kalanganploretar, tenaga fisik mulai melorot, PHK dimana-mana, demo bertumpah darah,rumahsakit diam membisu menangani ibu bapak kering disaat detik kematian danapapun itu.Mesin menggantikan posisi majikan namun tak bernyawa. Manusiasebagai perkakas borjuis yang takguna. Mungkin, sebagai bahan serep ataukeistimewaan fungsi biologis terkait tubuh perempuan. Pada akhirnya penjualankontrasepsi bertabur dimana-mana seperti di mall, market, club malam dll.

Bagaimana kami melihat?


Minggu, 21 April 2013

Notepad Kecil untuk Kartini Kini Oleh Mei Rahmawati

Banyak sekali perubahan dan pergantian sejarah dari masa kemasa, dari tempat ke tempat dari kondisi ke kondisi yang lain. Sekarang kita melihat banyak sekali perubahan status sosial mengarah pada persamaan, walaupun di beberapa tempat kita lihat masih ada ketimpangan. Oke, kita menuju pada hal positifnya saja.

Dinamika sosial dan budaya

Pada jaman Feodalisme, sekitar tahun 1800an kita tahu bahwsanya Indonesia masih berada di bawah cengkeraman penjajahan Belanda. Banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di bumi pertiwi kita. Rakyat pribumi sangat sengsara. Upeti berupa hasil pertanian seperti padi, tembakau dan gula sebagai sembako (barang pokok pangan) begitu mudahnya diraup penjajah. Kaum perempuan bekerja menjadi buruh kolonial Belanda dengan menjahit, menenun, menganyam dan menjadi baby sitter anak mereka. Di jaman ini banyak keningratan, para priyayi hidup dalam istana kekeratonan layaknya para permaisuri. Perempuan berkasta, ada yang menjadi istri legal (biasa dikenal padmi) ada juga selir-selir

Senin, 15 April 2013

Ulama/Pemikir Nyentrik Nusantara: Dakwah sekaligus Penggerak Gender



 Oleh Mei Rahmawati*

Kita semua sudah memahami bahwa Islam adalah agama selamat, yang baik bagi pemeluknya dan secara kultur membentuk pribadi manusia yang berkarakter dan berbudaya. Semua tahu dan paham bahwa nabi Muhammad pembawa kasih dan sayang bagi seluruh umatnya. Salah satunya membebaskan kaum perempuan di bawah pasungan  sejak masa jahiliyah, seperti penguburan  bayi dan wanita secara hidup-hidup, sabotase hak waris, perbudakan dan penjualan perempuan.

Selasa, 26 Maret 2013

Alarm Diri

Alarm Diri

Gusti pengeran kito,,Jika hidup mengenal malu, mengapa kami masih memperlakukan hidup penuh dengan kemaluan

Jika agama menjaga harga diri perempuan, mengapa masih banyak perempuan di dunia ini yang menjual harga diri masing-masing

Jika keluarga membangun pondasi negara yang kuat, tapi mengapa pasangan hidup banyak mengalami patriarkhi dan diskriminasi

Jika negara membangun kemapanan budaya, namun mengapa pada akhirnya membudakkan diri pada negeri tetangga

Selasa, 05 Maret 2013

Sekilas Manajemen Diri Pra Nikah



Oleh Mei Rahmawati[1]
Pernikahan adalah hubungan sakral antara laki-laki dan perempuan untuk saling menyayangi, mengasihi dan memahami. Hubungan yang terjadi antara keduanya dalam sebuah pernikahan merupakan hal yang paling mendasar. Mengapa? Karena pernikahan  pondasi dasar membangun sebuah keluarga kecil  dari anggota masyarakat juga negara. Jika pondasi dasar tersebut kokoh, maka kokohlah peradaban manusia yang harmonis, selaras dan seimbang sebagai manusia bertuhan, masyarakat dan negara .
Karena subyek pernikahan adalah manusia yaitu dua jenis yang berbeda, maka seyogyanyalah sejak dini memanajemen pra nikah. Sebelum kita memasuki pembedahan manajemen pra nikah, baiknya kita memahami dulu  makna dan tema terkait.

Kamis, 31 Januari 2013

Rambut Perempuan Bukan Aurat


Oleh Mei Rahmawati

Daripada bengong, mending iseng-iseng dan coba-coba nerjemahkan buku. Itung-itung sambil belajar..maaf tulisan masih newbie :) mohon dikritik atau saran! Thanks.

Sekarang ini, saya mau berbagi cerita tentang hijab. Sejarah hijab saja siiih.

Beranjak dari pemikiran meletakkan tutup kepala perempuan yang berarti hijab ketika mereka berpendapat bahwa rambut perempuan aurat. Artinya ada perempuan berhijab dan ada juga tetap saja terbuka rambutnya, memakai perhiasan, berias alis mata, bedak dan lipstick. Perkara  demikian sangat kontras dan menghasilkan debat kusir.

Lalu timbul pertanyaan, apakah rambut aurat? siapa yang berkata demikian? Apa sejarahnya pemikiran tersebut? Dimana letak kebenarannya?.
Demikian jawabannya

Rambut pada masa Mesir kuno:
Dahulu tumbuh peradaban Mesir kuno, timbul keyakinan pemikiran teologi bahwa rambut adalah simbol kebanggaan dan kekuatan. Misal, ketika pendeta mereka masuk gereja, mereka ada yang bertugas membaptis anak gembalanya, menghibahkan  hidup pada tuhanNya dengan tinggal dan beribadah penuh di kuil. Maka ada momen dimana dia mensucikan agamanya dengan menggunting rambut secara plontos, sebagai bukti ketawadhu’an di depan tuhannya dalam setiap gerakk-gerik dan aktifitas di tiap harinya.

Demikian arti adat budaya Mesir kuno, baik laki-laki perempuan, untuk memplontos rambut.sebagai bukti penyuguhan tawadhu’ dan kehormatan di depan tuhanNya. Seperti laki-lakinya meletakkan rambut di atas baju, mereka membakar rambut tersebut dan berlindung dengan memuja-muja sampai habis api tersebut. Sebagaimana laki-laki, perempuan juga demikian, bersolek, menutup rambut dalam bejana guna dihibahkan, adat demikian bernama BARUKAN.

Pemikiran Mesir kuno tersebut menginfiltrasi pada seluruh alam sampai pada kebudayaan yang berbeda juga, kita lihat pada pendeta gereja Kristen pada abad pertengahan, mereka memplontos rambut seperti  ibadah agama Hindu-Budha bahkan sampai sekarang yang kemungkinan mengikuti akar dari adat Mesir kuno dalam penggundulan rambut mereka dari adat keagamaan yang berkeyakinan animism- dinamisme. Ada juga di kebudayaan lain seperti masa kebudayaan Julius Caesar (120-44SM), raja Kristen di Roma, ada gejolak pengaruh pemikiran misal waktu  perang bumi al Ghol (Perancis), rakyatnya mengirimkan rambut mereka sebagai ketundukan pada negaranya.