Jumat, 02 November 2012

Bedah Buku: Ilustrasi Perempuan dalam Bingkai Seni, karya Dr. M. Taj dan Dr. Wail Gholi


Kajian Hawa
Senin, 22 Oktober 2012

Tuhan menciptakan makhluk hidup bernama manusia yang terdiri dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Masing-masing mempunyai karakter sangat berbeda baik ditinjau dari segi fisik atau non fisik (perwatakan). Inilah dasar kehidupan, dimana hidup ada saling melengkapi dari kekurangan masing-masing. Sering kali dalam perwatakan, lelaki dengan karakter keras, berani, heroik, pejuang dan pemikul beban rumah tangga. Sedangkan perempuan, lebih kevisualisasi yaitu tubuh molek, lemah-lembut, rupawan, makhluk cengeng dan lemah , lembut hati dan sayang bagi anak-anaknya.

Menjadi asumsi ketika sebagian orang berargumen bahwa karakter positif jabang bayi anak melekat dari ayah. Karena seorang ayah mempunyai kebagusan dalam perjuangan lebih untuk menghidupi secara lahiriyah/nafkah bagi calon bayi dan batiniyah dari hubungan seks dengan istri. Argumen tersebut belum cukup kuat karena hanya bersifat asumsi yang kabur. Gen dan sel yang terbentuk selama kehamilan dan sesudahnya, tergabung akibat dari persatuan jenis antara laki-laki dan perempuan, sedangkan karakter, terbentuk dari sosio historis perkembangan anak dan bersifat  tobi’ah al nasl itu hanyalah satu argumen yang relatif. Argumen tersebut bukan satu-satunya keputusan final. Ada kemugkinan karakter anak terstimulasi dari ibu. Pada masa kandungan, sang ibu hobi mendengarkan musik sehingga anak suka musik pula, atau terbentuk dari sejak lahir baik mirip secara ilustrasi wajah ataupun karakternya karena kedekatan hidup lebih lama dibuaian ibu.

Ilustrasi perempuan dalam seni saling berkelindan antara ilustrasi dan realita. Ilustrasi bisa diartikan fotokopi atau jiplakan jasad kita bukan atas dasar dibuat-buat. Relief Yunani kuno Aristoteles berbadan membungkuk sambil menekukkan tangan kanannya, ini berarti. seni membahasakan peradaban  pada masanya. Artinya, tidak terbatas manuskrip atau buku sejarah yang mampu untuk membahasakan peradaban, budaya, kultural dan pemikiran pada jamannya.

Kamis, 27 September 2012

Pak Pemerintah dan Pak Pengusaha, Tolong Dengarkan Kami Para Tani!


Oleh Mei Raahmawati

Indonesia terkenal dengan sebutan negeri agraris.  Sawah dan ladang terbentang luas. Sengkedan tersusun rapi, kotak-kotak dan hijau segar warnanya. Setiap pagi buta, tidak sedikit bapak dan bu tani berbondong-bondong membawa cangkul, arit dan sapi atau kerbau untuk dibawa ke sawah.  Dengan senyum semangat, langkah kaki menancap jalanan berbatu dan  aspal  juga menapaki dataran tinnggi. Siang hari, mereka pulang kerumah. Sebagian petani penuh bahagia, mereka beristirahat menikmati hidangan yang dibungkus di rantang buatan istri dan anaknya, sambil menunggui sawah dan mengusir burung nuri, elang dan tikus sawah dengan tali dan orang-orangan.

Selasa, 18 September 2012

Feminisme; Sebuah Perjuangan yang Tak Pernah Usai




Oleh Mei rahmawati*


Secara historis, agak sulit untuk melacak secara pasti kapan istilah dan bentuk gerakan feminisme itu muncul. Kata feminisme sendiri mulai banyak digunakan oleh kebanyakan kalangan gerakan perempuan Selatan sejak akhir abad XIX dan awal abad XX, sementara kalangan gerakan perempuan Utara menggunakan istilah feminisme sebagai sebuah paham/ideologi untuk melakukan perubahan masyarakat, terutama dengan pendemokrasian kehidupan rumah tangga, masyarakat dan politik, ekonomi serta mengakhiri diskriminasi rasial.

Pada paruh perjalanannya, istilah feminisme pun tidak dengan sendirinya identik dengan berbagai gerakan perempuan. Dengan pengertian lain, tidak semua gerakan perempuan sama dan mau disamakan dengan feminisme, meskipun isu dan persoalan perempuan yang diperjuangkannya relatif sama dengan isu-isu yang menjadi sasaran kritik dan perjuangan feminisme itu sendiri. Mungkin ketidak-identikan gerakan perempuan dan feminisme lebih disebabkan oleh sejarah kemunculan keduanya, dimana feminisme lebih identik dengan Barat. Tetapi lambat laun, feminisme semakin mengalami perubahan, bukan hanya adalam tataran diskursif semata melainkan juga dalam lokus perjuangan yang dilakukan. Untuk itu bukan lagi merupakan sesuatu yang penting untuk memperdebatkan apakah gerakan perempuan itu harus identik dengan feminisme atau tidak. Bagaimanapun keduanya tetap bisa berjalan beriringan, karena keduanya sama-sama memperjuangkan permasalahan kaum perempuan yang memang selama ini menjadi lahan diskriminasi dan sub-ordinasi.

Dalam Islam sendiri, patut dimaklumi bahwa bukan hal yang mudah untuk membayangkan titik temu antara feminisme di satu sisi dan Islam di sisi yang lain meskipiun dalam  banyak hal berusaha dicontohkan bahwa keduanya bisa sejajar dan bahkan bisa menginspirasi satu sama lain. Persoalan yang cukup mendasar adalah karena feminisme -sebagai sebuah gerakan dan disiplin keilmuan- merupakan fenomena yang tidak pernah muncul di dunia Islam, sementara Islam sendiri tumbuh dan berkembang di tanah Arab yang dikenal cukup kuat cengkeraman patriarkinya.  

Dalam pola berfikir, berinteraksi, gerak dan waktu untuk bersosialisasi, perempuan merupakan makhluk yang lemah dibanding kaum Adam. Secara biologis pun disebutkan perbandingan 9:1, yang berarti bahwa 9 milik laki-laki dan 1 milik perempuan dalam segi pola pikir. Namun hal ini lain, 1:9 dilihat dari segi psikis. Artinya, perempuan selalu mengedepankan perasaan. Namun Allah menciptakan ini semua terdapat hikmah tersembunyi. Dimana perbedaan itu adalah sebagai suatu simbol untuk melengkapi kehidupan. Dengan kelembutan, ketelatenan yang dimiliki oleh kaum perempuan menjadikan tanggungjawab dalam beberapa urusan rumah tangga bisa terselesaikan. Misalnya saja mengasuh dan mendidik anak, mencuci, bersih-bersih rumah, mencuci dan lain sebagainya. Namun demikian apakah perempuan tidak memiliki hak untuk bersosialisasi dalam masyarakat, beragama atau dalam hal memimpin. Inilah diskursus yang selama ini diusung oleh para pejuang kaum perempuan. Dimana kaum perempuan tak jarang dianak-tirikan dan tidak diperkenankannya memposisikan apalagi mengangkat kesetaraan perempuan (gender) dalam sektor-sektor kehidupan. walaupun memang kaum perempuan tidak bisa mengingkari terhadap “doktrin” yang menyatakan bahwa sekuat-kuatnya perempuan belum bisa menandingi kaum Adam. Itu adalah doktrin keniscayaan.

Selasa, 11 September 2012

MARYAM; KAJIAN KOMPARATIF TEOLOGIS ANTARA ISLAM DAN KRISTEN


Oleh Mei Rahmawati[1]

Surga digambarkan dengan tempat yang asri, sejuk, tanaman-tanaman, binatang-binatang jinak, taman indah, bidadari cantik dan apa saja yang diinginkan dari surga tercapai. Sedangkan  neraka digambarkan dengan jurang api mendidih dicampur timah dan nanah. Di sana tidak ada bidadari, tapi ada setan, jin dan manusia yang disiksa, baik leher tergantung, badan disetrika dan terlilit ular. Dari gambaran di atas, jelas bahwa kebanyakan rasul mengajarkan dan mengenalkan agama melalui cerita dan dongeng para kenabian untuk mudah dicerna bagi sang pemeluk agama.
Agama tidak mampu diraba secara nalar, karena Tuhan bagi sang hamba hanya mampu dirasakan secara batin bagi seawam apapun tentang agama, bahkan ulama yang tinggi ilmu agamanya. Hal ini digunakan semacam metode pendekatan secara implisit bagi seorang pengarang, sang pemikir atau pengkaji agama untuk memahamkan makna dari isi al-Qur’an atau al-Kitab. Seorang penulis berasal dari Arab, Kholafullah, menalarkan ayat Tuhan dengan sesuatu yang sangat renyah dicerna. Teori kemapanan dia untuk mendialogkan suatu ayat sangat fantastis. Irfani, burhani dan bayani, tiga konsep dibentuk dalam satu metode dan menghasilkan seni ayat Tuhan yang dikemas dalam cerita dongeng dan kisah. Sebagaimana irfani, dalam dunia sufistik, sang sufi mengkontemplasikan agamanya untuk menyatu di ruang jiwa.[2] Tidak jauh dengan agama Kristen, keyakinan hukum trinitas disakralkan dalam penamaan Tuhan. Trinitas bukan diambil sebagai simbol atau ideologi umat Kristiani baik Koptik, Protestan atau Katolik, tapi sebagai hukum yang terpatri dalam keyakinan. Tuhan Bapak atau ruh al-qudus (Allah), Tuhan anak (Yesus) dan Tuhan Ibu (Maria).  Nanti akan kita jelaskan yang menjadi tema pokok kajian kita.

Selasa, 04 September 2012

Mey Ziyadah



Oleh Mei Rahmawati


Mey Ziyadah atau dijuluki dengan An Nabighoh Mey, salah satu tokoh pembangkit modernisme Arab. Memulai karier sebagai kolumnis muda sekaligus penyair berbahasa Perancis. Orasinya sangat memukau ketika dipercaya untuk mendeklamasikan puisi Khalil Gibran, pada perayaan para penyair di Opera 24/4/1923 bersama kawan karibnya, Khalil Matron. Orasi Mey dikenal dengan suara lantang, lafad Arabnya mengalir dan penjelasannya yang gamblang membuat para penonton terkagum-kagum. Perayaan ini dihadiri para penulis dan penyair Arab.

Kamis, 16 Agustus 2012

Menjadi Perempuan yang Tidak Curhat Saja


Oleh Mei Rahmawati

Dalam teologi Islam, eksistensi perempuan sebagai makhluk Tuhan, menempati posisi kedua setelah kaum Adam. Hawa baru diciptakan, setelah Adam telah ada terlebih dahulu. Hal ini menggambarkan bahwa kaum perempuan seakan-akan hanya sebagai pelengkap bagi kaum laki-laki. Posisinya yang nomer dua, ternyata tidak saja secara fitrah pribadi, namun juga sebagai manusia. Hal tersebut membuat perempuan merasa kurang mendapat penghargaan dan pernghormatan. Alangkah lebih baiknya kalau perempuan tidak hanya sekedar melahirkan, tapi juga sebagai makhluk sosial yang bersosialisasi dan berkarya untuk turut membantu dan membangun sekitarnya.  

Perempuan: Kunci Bias Gender Dalam tantangan Sosial-Budaya dan Agama Oleh Mei Rahmawati

Ada setetes embun pagi yang ingin Dewi rengkuh. Kabut pagi membawa pagi baru untuknya. Siulan burung pertanda ada ketentraman. Huuuh, kiranya aku harus bangkit dari permasalahan ini, hmm aku sedikit lega bisa menghirup kembali udara pagi yang lama terkurung dalam angan, pikirnya. Sel jeruji cukup membuatku pasrah akan masa lalu, dimana suami dan anak-anakku jauh dari diriku. Aku harus bangkit, kembali menggerutu.

Dewi, seorang perempuan karier yang terjerat korupsi dan rumahtangganya cukup rumit. Sang suami terjebak dunia malam bersama para gadis kota dan sang anak-anak lepas dari kasih Dewidan suami. Bisa dibilang kaya dan tercukupi. Semua kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier cukup di pandang depan mata. Dahulu, atap rumah sesek menjadi saksi atas ketangguhan rumahtangganya, ditemani gerabah muda dan alas daun kelapa. Tapi, hal itu cukup berlangsung beberapa tahun silam, kini menjadi istana rapuh.

Orang-orang sekitar rumah mudah sekali laku nilai, tak perlu berbisik lagi untuk menyimpulkan apa yang terjadi dalam gedung indah milik Dewi dan keluarga. Serentak kaget, ketika tiap malam, ada bunyi geretan garasi mobil milik Dewi terasa keras. Dan suara riuh setelah lelaki itu masuk dalam rumahnya, anak-anak kecil ikut bertandang tangis. Tetangga merasa rikuh bermain di istananya, tahu sekali jika Dewi melakukan hal haram tersebut.

Keesokan harinya, ada banyak polisi menggeret tangan dewi dan suami dengan sejumlah borgol mengenai tangan mereka, beberapa furniture rumah disabotase oleh aparat keamanan, dan merka menemukan obat eksetasi ada dalam gudang rumah, taukah siapa pemilik barang tersebut? Suami menjadi tersangka.
Sekilas fenomena yang terjadi dalam kehidupan Dewi belum cukup menjadi sampel dalam realita kehidupan. Ada problem dari sekian problem yang wajib bahkan sudah tak wajib lagi dijumpai. Problem laku sosial masyarakat, rumah tangga, ekonomi, agama bahkan Negara pada umumnya.

Kamis, 09 Agustus 2012

Islam Radikal: Kian Lebay di Tengah Bangsa

Ada sekolompok militan yang menamakan dirinya sebagai pahlawan jihad, pembela anti-liberal dan kapitalis. Penulis semakin heran dan bertanya, di negara kita heterogen, negara yang berkembang banyak sekali  problemitas  sosial, ekonomi dan budaya. Paceklik dari sosial budaya ini membawa pada tingkat ide teologi masyarakat. Tidak sebatas masyarakat awwam terkena arus dehidrasi agama, sehingga  manut-manutan, pun demikian