Oleh Mei Rahmawati
Daripada bengong, mending iseng-iseng dan coba-coba nerjemahkan
buku. Itung-itung sambil belajar..maaf tulisan masih newbie :) mohon dikritik atau saran! Thanks.
Sekarang ini, saya mau berbagi cerita tentang hijab. Sejarah hijab saja siiih.
Sekarang ini, saya mau berbagi cerita tentang hijab. Sejarah hijab saja siiih.
Beranjak dari pemikiran
meletakkan tutup kepala perempuan yang berarti hijab ketika mereka
berpendapat bahwa rambut perempuan aurat. Artinya ada perempuan berhijab dan ada juga tetap saja terbuka rambutnya, memakai perhiasan, berias alis mata, bedak dan
lipstick. Perkara demikian sangat
kontras dan menghasilkan debat kusir.
Lalu timbul pertanyaan, apakah
rambut aurat? siapa yang berkata demikian? Apa sejarahnya pemikiran tersebut?
Dimana letak kebenarannya?.
Demikian jawabannya
Rambut pada masa Mesir kuno:
Dahulu tumbuh peradaban Mesir
kuno, timbul keyakinan pemikiran teologi bahwa rambut adalah simbol kebanggaan
dan kekuatan. Misal, ketika pendeta mereka masuk gereja, mereka ada yang
bertugas membaptis anak gembalanya, menghibahkan hidup pada tuhanNya dengan tinggal dan
beribadah penuh di kuil. Maka ada momen dimana dia mensucikan agamanya dengan
menggunting rambut secara plontos, sebagai bukti ketawadhu’an di depan tuhannya
dalam setiap gerakk-gerik dan aktifitas di tiap harinya.
Demikian arti adat budaya Mesir
kuno, baik laki-laki perempuan, untuk memplontos rambut.sebagai bukti
penyuguhan tawadhu’ dan kehormatan di depan tuhanNya. Seperti laki-lakinya
meletakkan rambut di atas baju, mereka membakar rambut tersebut dan berlindung dengan
memuja-muja sampai habis api tersebut. Sebagaimana laki-laki, perempuan juga
demikian, bersolek, menutup rambut dalam bejana guna dihibahkan, adat demikian
bernama BARUKAN.
Pemikiran Mesir kuno tersebut
menginfiltrasi pada seluruh alam sampai pada kebudayaan yang berbeda juga, kita
lihat pada pendeta gereja Kristen pada abad pertengahan, mereka memplontos
rambut seperti ibadah agama Hindu-Budha
bahkan sampai sekarang yang kemungkinan mengikuti akar dari adat Mesir kuno
dalam penggundulan rambut mereka dari adat keagamaan yang berkeyakinan animism-
dinamisme. Ada juga di kebudayaan lain seperti masa kebudayaan Julius
Caesar (120-44SM), raja Kristen di Roma, ada gejolak pengaruh pemikiran misal waktu perang bumi al Ghol (Perancis), rakyatnya mengirimkan
rambut mereka sebagai ketundukan pada negaranya.
Rambut dalam keyakinan Yahudi:
Sesungguhnya nabi Musa (pada abad
ke-13SM), lahir adat berketuhanan di Mesir yang terpengaruh dari pemikiran dan
budaya Mesir kuno dari orang-orang Ibrani (Yahudi) dan sebagian bangsa.
Misalkan tidak tidak boleh menampakkan rambut kepala di depan tuhanNya sebagai
dalil penghambaan dan ketawadhu’an.
Bangsa Ibrani ada dua kubu, kubu yang satu
ini, mengirimkan rambut mereka, tanpa mencukur, menutup rambutnya dengan kain,
kemudian solat. Dalam budaya tersebut, laki-laki menutup kepala dengan
“towaqi”, sedang yang perempuannya menutup dengan khimar diatas kepalanya
tengah sholat atau masuk di dalam rumah peribadatan.
Sampai masa kini, yahudi yang
taat memakai itu diatas rambutnya ketika masuk di kuil, tengah sholat atau
waktu seminar keagamaannya, sedang perempuannya juga memakai khimar.Namu,
selang berkembangnya waktu timbul pendapat golongan berbeda, mereka memakai
toqiyah dimanapun dan di jalan-jalan dan ada juga bahwa memakai “towaqi” perintah agama seperti
umat islam.
Rambut dalam Pandangan
Kristen:
Ketika pendeta Kristen berpidato
tema rambut, dia berkhitobah bahwa baik jemaat laki-laki atau
perempuan secara mutlak wajib mendengar dan memusatkan hati pikirannya secara dalam
untuk memahami arti esensi menjaga rambut, bukan sekedarnya saja.
Tapi bagi Polis (nabi menurut
keyakinan mereka) memahami makna rambut dalam “risalah pada ahli Korents”
dengan isi: “setiap laki-laki ketika sholat atau berdakwah, wajib baginya menutup
rambut. Adapun yang perempuan, tidak ditutup, maka wajib untuk digundul dan
wajib dipertanyakan pada dirinya, apakah dibenarkan jika perempuan sholat pada
Allah dia tidak tertutup…”.
(al Ishah 11: 4-14)
Intisari kalam Polis bahwa tidak
seyogyanya perempuan ketika sholat, kepalanya tidak tertutup, adat jemaat
laki-laki seperti ini mengikuti adat bangsa Ruman, jika laki-laki tidak memakai
penutup kepala ketika sholat tetapi
masih berpegang teguh dengan adat Yahudi itu tidak apa-apa, sedang selain Yahudi, maka tidak boleh bagi
perempuan untuk sholat tanpa ditutup kepalanya (khimar), sesungguhnya
pendapat penutup rambut adalah pengganti dari memotong atau mencukur rambut,
jika tidak ditutup, maka digundul sebagai upaya taat dia pada Allah SWT.
Jadi rambut perempuan dalam
perspektif Kristen dan Yahudi dll bukan sebagai nilai agama, tapi simbol
kekuatan dan kesucian taat pada tuhan, baik ditujukan bagi laki-laki dan perempuan. Maka tidak heran,
baik bagi laki-laki dan perempuan Yahudi, khususnya bagi perempuan Kristen
sendiri, menutup kepala dengan khimar ketika sholat untuk patuh sebagai wujud
kemulyaan bagi tuhannya, maka jika tidak, penggantinya digundul rambut
sebagaimana adat Mesir kuno.
Rambut dalam Perspektif Islam:
Ketika hidup di Makkah, tradisi Musyrikin
senang menggunting rambut. Waktu rasul hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau
melihat ahli kitab mengirim rambutnya satu sama lain.
Seperti tradisi ahli kitab,
setiap laki-laki muslim memakai tutup kepala ketika sholat, yang tidak
seharusnya dilihat di depan Allah, karena demikian simbol tidak sopan bagi
Allah, tidak hanya untuk ibadah, patuh dan taat untuk menghadapnya.
Perempuan yang memakai khimar,
sebagaimana yang biasa dipakai ahli kitab dan satu-satu tujuan yang meletakkan khimar
datang dari mereka sendiri dengan sebab yang sama, laki-laki pun memakai
taqiyah ketika sholat.
Arti menutup rambut bagi
perempuan muslimah, merupakan suatu kewajiban, diriwayatkan oleh nabi Muhammad
SAW bersabda: “Janganlah kamu menemui sholat dalam keadaan haid (perempuan
baligh) kecuali dengan khimar”, hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ibnu
Hambal, Ibnu Majah, dan Turmudzi (Miftah Kunuz al Sunnah- halaman 168).
Maksud tersebut arti penting bagi perempuan baligh memakai khimar penutup
rambutnya di tengah sholat yang biasa juga disebut torhah.
Hadits “Janganlah kamu ini (baligh)
menemui sholat kecuali pakai khimar”, (ada juga penambahan) hadits yang
diriwayatkan oleh nabi Muhammad SAW “ tidak boleh bagi perempuan baligh untuk
menampak-nampakkan ini, ..dengan
menunjukkan pada muka dan kedua telapak tangan” (diriwayatkan oleh Abu Dawud
dalam Sunnahnya), jikalau aslinya perempuan menutupi rambut di kepalanya pada
umumnya itu tidak sesuai baginya, padahal yang diminta adalah ketika di
tengah-tengah sholat. Maka hadits khimar berisi bahwa tidak selamanya
dipakai karena hadits diatas hanya memerintahkan waktu tengah sholat saja.
Hadits tambahan diatas “tidak
boleh bagi perempuan baligh untuk menampakkan aurat kecuali ini dan ini”,
hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam sunnahnya (sunnah yang tidak
bermaksud perintah keras dalam meriwayatkan hadits) dan tidak dikeluarkan dari
wilayah ulama hadits lain, ketika hadits “janganlah kamu menjumpai sholat dalam
keadaan haid (baligh) sampai kamu berkhimar” hadits yang dikeluarkan
oleh Abu Dawud (pengeluar lama), sebagaimana yang dikeluarkan hadits oleh Ibnu
Hambal (dalam Musnad) dan Ibnu Majah dan Turmudzi, artinya hadits semua ini
dikeluarkan oleh empat dari ulama hadits.
Jika hadits yang tadi hanya
diriwaytkan seorang saja “tidak boleh perempuan baligh,,,” , dan dua hadits
setelahnya tidak dikeluarkan oleh imam Bukhori dalam sohihnya (hadits paling
sohih hukumnya). Dan Abu Dawud, mengeluarkan dua hadits bersamaan, maka beliau
tidak akan mampu menyimpulkan kedua hadits tersebut sempurna dalam silang
pendapat di dalamnya dan tidak berhasil membuat apa sebab tersebut untuk
mentafsirkan setiap hadits.
Sebagaimana hadits sebelumnya dan
dalam maqolahnya, sesungguhnya ayat khimar surat al Nur:24:31), ayat ini
akan berhenti asbabun nuzulnya tentang keadilan untuk mengetahui keadaan budak
perempuan waktu itu, jika sebagian perempuan menutup leher diatas kepalanya,
maka seyogyanya untuk mengulurkan kain tersebut di belakang punggung kemudian
menutupi dada yang terbuka, demikian mereka diperintah memakai khimar diatas
dada-pengganti dari ditutupnya punggung mereka kemudian wajib menutup dada
(yang telanjang),karena asbabun nuzul sendiri mempunyai makna, kecuali jika dia
tidak mengambil ayat sebelumnya dan hadits khusus khimar sudah mewakili
kesempurnaan. Karena dia bermakna perempuan baligh untuk memakai khimar
waktu sholat (hadits amaly) dan menutup khimar diatas dadanya supaya
tidak nampak (ayat amaly), maka dengan demikian hilang saling perbedaan antara
ayat dan hadits yang diriwayatkan Rasul saling berkelindan dan bermakna
tunggal.
Dua hadits diatas (jika ada
perempuan baligh, tidak menemui sholat dalam keadaan haid) adalah hadits ahad
yang bisa diambil, dengan jalan isti’nas dan istirshad (petunjuk),
dalam kehidupan sehari-hari, tapi tidak bisa dipakai dalam urusan agama dan
syariat. Hal itu bukanlah fardhu ‘ain dan bukan disebut kewajiban agama
yang mutlak.
*Hujjatul hijab
linnisa’ karya Dr. Ashmawy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar