Secara
historis, agak sulit untuk melacak secara pasti kapan istilah dan bentuk
gerakan feminisme itu muncul. Kata feminisme sendiri mulai banyak digunakan
oleh kebanyakan kalangan gerakan perempuan Selatan sejak akhir abad XIX dan
awal abad XX, sementara kalangan gerakan perempuan Utara menggunakan istilah
feminisme sebagai sebuah paham/ideologi untuk melakukan perubahan masyarakat,
terutama dengan pendemokrasian kehidupan rumah tangga, masyarakat dan politik,
ekonomi serta mengakhiri diskriminasi rasial.
Pada paruh
perjalanannya, istilah feminisme pun tidak dengan sendirinya identik dengan
berbagai gerakan perempuan. Dengan pengertian lain, tidak semua gerakan
perempuan sama dan mau disamakan dengan feminisme, meskipun isu dan persoalan
perempuan yang diperjuangkannya relatif sama dengan isu-isu yang menjadi
sasaran kritik dan perjuangan feminisme itu sendiri. Mungkin ketidak-identikan
gerakan perempuan dan feminisme lebih disebabkan oleh sejarah kemunculan
keduanya, dimana feminisme lebih identik dengan Barat. Tetapi lambat laun,
feminisme semakin mengalami perubahan, bukan hanya adalam tataran diskursif
semata melainkan juga dalam lokus perjuangan yang dilakukan. Untuk itu bukan
lagi merupakan sesuatu yang penting untuk memperdebatkan apakah gerakan perempuan
itu harus identik dengan feminisme atau tidak. Bagaimanapun keduanya tetap bisa
berjalan beriringan, karena keduanya sama-sama memperjuangkan permasalahan kaum
perempuan yang memang selama ini menjadi lahan diskriminasi dan sub-ordinasi.
Dalam Islam
sendiri, patut dimaklumi bahwa bukan hal yang mudah untuk membayangkan titik
temu antara feminisme di satu sisi dan Islam di sisi yang lain meskipiun
dalam banyak hal berusaha dicontohkan
bahwa keduanya bisa sejajar dan bahkan bisa menginspirasi satu sama lain.
Persoalan yang cukup mendasar adalah karena feminisme -sebagai sebuah gerakan
dan disiplin keilmuan- merupakan fenomena yang tidak pernah muncul di dunia
Islam, sementara Islam sendiri tumbuh dan berkembang di tanah Arab yang dikenal
cukup kuat cengkeraman patriarkinya.
Dalam pola
berfikir, berinteraksi, gerak dan waktu untuk bersosialisasi, perempuan
merupakan makhluk yang lemah dibanding kaum Adam. Secara biologis pun disebutkan
perbandingan 9:1, yang berarti bahwa 9 milik laki-laki dan 1 milik perempuan
dalam segi pola pikir. Namun hal ini lain, 1:9 dilihat dari segi psikis.
Artinya, perempuan selalu mengedepankan perasaan. Namun Allah menciptakan ini
semua terdapat hikmah tersembunyi. Dimana perbedaan itu adalah sebagai suatu
simbol untuk melengkapi kehidupan. Dengan kelembutan, ketelatenan yang dimiliki
oleh kaum perempuan menjadikan tanggungjawab dalam beberapa urusan rumah tangga
bisa terselesaikan. Misalnya saja mengasuh dan mendidik anak, mencuci,
bersih-bersih rumah, mencuci dan lain sebagainya. Namun demikian apakah
perempuan tidak memiliki hak untuk bersosialisasi dalam masyarakat, beragama
atau dalam hal memimpin. Inilah diskursus yang selama ini diusung oleh para pejuang
kaum perempuan. Dimana kaum perempuan tak jarang dianak-tirikan dan tidak diperkenankannya
memposisikan apalagi mengangkat kesetaraan perempuan (gender) dalam sektor-sektor
kehidupan. walaupun memang kaum perempuan tidak bisa mengingkari terhadap “doktrin”
yang menyatakan bahwa sekuat-kuatnya perempuan belum bisa menandingi kaum Adam.
Itu adalah doktrin keniscayaan.