Ada setetes embun pagi yang ingin Dewi rengkuh. Kabut pagi membawa pagi baru untuknya. Siulan burung pertanda ada ketentraman. Huuuh, kiranya aku harus bangkit dari permasalahan ini, hmm aku sedikit lega bisa menghirup kembali udara pagi yang lama terkurung dalam angan, pikirnya. Sel jeruji cukup membuatku pasrah akan masa lalu, dimana suami dan anak-anakku jauh dari diriku. Aku harus bangkit, kembali menggerutu.
Dewi, seorang perempuan karier yang terjerat korupsi dan rumahtangganya cukup rumit. Sang suami terjebak dunia malam bersama para gadis kota dan sang anak-anak lepas dari kasih Dewidan suami. Bisa dibilang kaya dan tercukupi. Semua kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier cukup di pandang depan mata. Dahulu, atap rumah sesek menjadi saksi atas ketangguhan rumahtangganya, ditemani gerabah muda dan alas daun kelapa. Tapi, hal itu cukup berlangsung beberapa tahun silam, kini menjadi istana rapuh.
Orang-orang sekitar rumah mudah sekali laku nilai, tak perlu berbisik lagi untuk menyimpulkan apa yang terjadi dalam gedung indah milik Dewi dan keluarga. Serentak kaget, ketika tiap malam, ada bunyi geretan garasi mobil milik Dewi terasa keras. Dan suara riuh setelah lelaki itu masuk dalam rumahnya, anak-anak kecil ikut bertandang tangis. Tetangga merasa rikuh bermain di istananya, tahu sekali jika Dewi melakukan hal haram tersebut.
Keesokan harinya, ada banyak polisi menggeret tangan dewi dan suami dengan sejumlah borgol mengenai tangan mereka, beberapa furniture rumah disabotase oleh aparat keamanan, dan merka menemukan obat eksetasi ada dalam gudang rumah, taukah siapa pemilik barang tersebut? Suami menjadi tersangka.
Sekilas fenomena yang terjadi dalam kehidupan Dewi belum cukup menjadi sampel dalam realita kehidupan. Ada problem dari sekian problem yang wajib bahkan sudah tak wajib lagi dijumpai. Problem laku sosial masyarakat, rumah tangga, ekonomi, agama bahkan Negara pada umumnya.